Runtuhnya Euro Bisa Berdampak Pada Resesi Dunia

Nampaknya sebagian analis melihat keadaan zona euro bertambah hari kian mengahawatirkan, seperti yang diungakapkan oleh Daru Wibisono , Senior Researcher and Analyst monexneews.

Memasuki pekan ke dua di bulan Juli (Selasa, 10/7), mata uang tunggal Euro nampak bergerak di zona sempit di bawah kisaran $1.2300 setelah pada sesi sebelumnya (9/7) anjlok lebih dari 1% hingga ke level $1.2258 dan mencatatkan titik terendahnya sepanjang tahun 2012. Level terendah sebelumnya tercatat di angka $1.2290, pada 1 Juni silam.


Terhempasnya Euro terutama akibat merebaknya kekhawatiran bahwa krisis hutang Eropa mulai menjalar ke ranah perekonomian Amerika Serikat (AS). Hal itu tercermin dari suramnya data tenaga kerja AS bulan Juni sehingga memicu sikap hindar resiko yang kuat di pasar, sehingga setidaknya turut pula meningkatkan permintaan safe haven seperti dollar AS (USD).

Angka tenaga kerja AS - Non Farm Payrolls hanya mengalami kenaikkan sebanyak 80.000 pekerja di bulan Juni, meleset dari ekspektasi 90.000 dari para ekonom namun angka itu sedikit di atas level 77.000 pada bulan sebelumnya. Sementara tingkat pengangguran bulan Juni hanya bertahan di level 8,2%.

Meskipun USD memperkuat dominasinya terhadap Euro, investor juga nampak berbondong-bondong membeli Yen yang kini dianggap lebih aman ketimbang mata uang AS. Hal itu dikarenakan kini juga muncul spekulasi bahwa sederet data Amerika yang lemah tersebut dikhawatirkan dapat memicu pihak Federal Reserve AS bertindak lebih agresif lagi guna menyelamatkan perekonomian negerinya. Salah satu kebijakan andalannya adalah dengan menggelontorkan lebih banyak lagi stimulus ke masyarakat melalui program quantitative easing, sehingga hal itu otomatis akan melemahkan dollar (USD).

Padahal baru pekan lalu Bank Sentral Eropa atau European Central Bank (ECB) sudah memangkas suku bunga acuan sebesar 25bp ke rekor terendah 0,75% dan menurunkan suku bunga deposito ke level nol guna membantu mencegah krisis hutang zona Euro. Keputusan kebijakan tersebut diambil lantaran Presiden ECB Mario Draghi semakin khawatir terhadap ancaman melambatnya pertumbuhan dan jatuhnya ekonomi yang terlihat semakin nyata. Dan langkah tersebut dilakukan ECB sebagai upaya meningkatkan efektivitas pinjaman antar bank di kawasan Eropa.

Terkait pemangkasan tersebut, pasar sebelumnya memang telah mengantisipasi penurunan suku bunga ‘acuan’, namun dipangkasnya suku bunga ‘deposito’ ternyata merupakan hal yang penting dan diluar perkiraan sehingga membuat sebagian pasar terkejut, dan imbasnya terjadi penjualan Euro dalam skala besar.

Mengapa suku bunga deposito begitu penting bagi investor, karena sejauh ini mayoritas perbankan telah memarkir dana mereka di fasilitas deposit ECB, terbukti dari jumlah deposito sektor tersebut yang mencapai rekor angka $994.29 milyar. Namun dengan adanya pemangkasan suku bunga deposito ke level nol persen, hal itu menjadi tidak efisien lagi dan akan terjadi perpindahan aliran dana ke aset lainnya, seperti surat utang  yang dianggap safe haven seperti Treasury AS, Swiss maupun obligasi Jerman. Selain itu level suku bunga deposito ECB yang jauh dibawah rate deposit Jepang sebesar 0.10%, otomatis akan memberikan imbas negatif pada Euro dimana mata uang ini akan dijual ketika berinvestasi di mata uang berimbal hasil tinggi.

Alhasil pasar kini menilai, tumbangnya Euro bakal menjadi malapetaka bagi negara-negara di Eropa bahkan di seluas dunia. Karena mata uang bersama yang dipakai oleh 17 negara tersebut merupakan barometer bagi major currencies dan mata uang negara lainnya di seputar Eropa.

Dengan nilai Euro yang merosot, hal itu mencerminkan tidak stabilnya ekonomi negara-negara dikawasan. Bahkan dengan adanya pelongaran moneter yang dilakukan oleh Bank Sentral Eropa (ECB), Bank Sentral Inggris (BOE) dan Bank Sentral China (PBOC), justru mencirikan memburuknya ekonomi dunia yang mengarah pada resesi, sehingga turut pula memicu kekhawatiran terhadap ketidakpastian di pasar global.

Kalangan pelaku pasar pun menyadari bahwa krisis keuangan yang berdampak pada masalah perlambatan ekonomi di tanah Eropa tidak akan terselesaikan hanya dalam hitungan hari ataupun pekan. Butuh jangka waktu yang lama untuk menuntaskan semua ‘infeksi’ tersebut. Oleh sebab itu dibutukan upaya ekstra bagi para pemangku kebijakan di Eropa agar kawasan Euro kembali stabil seperti sedia kala, namun itu pun sulit di dapat.

Sejauh ini para petinggi Eropa telah berusaha secara intensif dengan mengadakan koordinasi dan pertemuan-pertemuan akbar dalam mencari solusi konkrit. Pada tanggal 28-29 Juni lalu para pemimpin negara-negara di Eropa mengadakan konferensi di Brussels, Belgia dalam KTT Uni Eropa dan menyepakati pemberian dana talangan sebesar 500 miliar euro kepada bank-bank yang mengalami kesulitan keuangan.

Setelah itu, dunia mendapat kabar positif kembali setelah para petinggi keuangan Eropa dalam pertemuan ECOFIN (9-10 Juli) sepakat untuk meniupkan angin segar ke Spanyol. Dalam upaya untuk mengatasi krisis fiskal di Spanyol, para menteri keuangan Eropa akhirnya mencapai kesepakatan untuk menyediakan bantuan dana senilai 30 miliar euro (US$ 36,9 miliar) efektif pada akhir bulan.
1 Komentar untuk "Runtuhnya Euro Bisa Berdampak Pada Resesi Dunia"

a runway, a grass ...... Li Ning, made for a healthy life tireless efforts,

ini blog dofollow , U comment I follow

Back To Top